13 October 2009

Cukup Engkau Bagiku

Aku berjalan dari titik nadirku
Untuk menjemput cintaku
Bukan cinta yang melemahkan
Bukan pulayang menggelapkan
Melainkan yang menguatkan
Dan ‘tak henti menerangi

Hati yang berjelaga ini menanti siraman embun
Jiwa yang hampa ini mendamba sentuhan lembut
Bersama rindu yang menggebu
Aku berusaha menghampiriMu

Aku jauhkan gemerlap hidup
Aku relakan rasa itu menyiksa jiwa
Asal tak kau tinggalkan aku sendiri
Juga ‘ku pasrahkan pasangan hati ini
Untuk Kau genggam
Dan Kau pelihara hingga bersemi

Rabb, kucukupkan Engkau satu bagiku
Agar tak goyah pijakanku
Tak jua limbung hidupku
Meski jiwa-ragaku masih penu debu
Masih terseok pula mendekatiMu

Rabb, demi Engkau kuperjuangkan cintaku

11 October 2009

Sepenggal Cerita dalam Mencinta



Hari itu, saat rinduku kian membuncah untuk bertemu, menatap, mencium dan bermain bersama mereka. Ya, bersama mereka, anak-anak yang mungkin kurang beruntung dari pada keadaan kita yang masih memiliki orang tua dan keluarga utuh yang selalu menyayangi dan mencintai kita. Di sana, di tempat itu aku belajar banyak hal, terutama untuk dapat mencintai tanpa pamrih. Saat itu memang terasa berbeda, suara ramai para bayi dan batita tak senyaring biasanya. Ada yang janggal batinku, lalu kuhampiri mereka satu-persatu, dan kejanggalan itu pun terjawab. Sahabat, ternyata sebagian dari mereka sedang mengalami sakit karena cuaca beberapa hari itu memang kurang bersahabat. Aku pun merasa iba pada mereka, lantas ku gendong salah seorang dari mereka yang saat itu sedang sendirian, seorang bayi yang sudah cukup ku kenal itu terlihat sangat pendiam. Tak seperti biasanya yang memang dikenal sebagai bayi yang sehat dan aktif. Tatap mata yang biasanya berbinar saat itu berubah nanar. Bibir mungil yang biasanya penuh senyum pun mengatup, menahan kelu dan mungkin rasa mual. Badan kecil itu pun terasa hangat, melemah pasrah dalam pelukan. Sahabat, apa yang kalian rasakan jika kalian menjadi diriku?? Aku sendiri merasa memiliki naluri untuk benar-benar mencintai bayi tersebut, meskipun aku bukan siapa-siapanya. Aku serasa memiliki anak yang saat itu hanya bisa ku timang dan ku tatap hingga terlelap dalam timangan. Pedih, ketika melihatnya terlelap damai dengan tangan yang memegang erat bahuku, seakan ingin berkata bahwa dia ingin terus dipeluk dan ditimang. Entah mengapa pikiranku tiba-tiba melayang, membumbung pada sesosok wanita hebat yaitu ibuku. Aku menjadi sedikit mengerti betapa orang tua akan merasa nelangsa ketika melihat anaknya sakit. Aku malu pada Allah, Tuhanku yang telah mengaruniakan padaku orang tua yang sangat baik, sayang dan mencintaiku dengan tulus. Aku juga malu karena selama ini kurang bisa memuliakan orang tuaku. Aku sadar, cinta tulus mereka takkan tergantikan oleh apapun yang dapat aku berikan pada mereka. Maka, saat itu pula hatiku sempat berbisik, semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa orang tuaku, memudahkan urusannya, memuliakan mereka dan membalas kebaikan mereka kepadaku dengan kebaikan yang lebih baik yang tiada putusnya. Sempat pula terucap di hatiku, semoga anak-anak yang saat ini masih kurang beruntung, selalu dalam lindunganNya, dimudahkan kehidupannya pada jalan kebaikan dan dilapangkan rizkinya. Dari itu pula aku pun kian mengrti bahwa cinta itu universal, dapat dirasakan semua makhluk bahkan yang tak saling mengenal sekali pun.
Malam harinya, aku merasa semakin rindu sosok ibu. ku ambil hand phone lalu ku tulis dan ku kirim beberapa baris kata ungkapan cintaku untuknya dengan iringan air mata syukur pada Yang Kuasa..
Terakhir, aku akan terus belajar mencintai, hanya karena-Mu wahai Illahi Rabbi…
Karena mencintai pastilah memberi, memberi itu lebih baik dari sekedar menerima,
dan jika hanya untuk memberi tidaklah pasti harus mencintai..
Karena cinta tulus takkan lekang dan terhapus…. ^_^

Be Traveler


(Lebaran Story Part 3)
Sebuah kotak besar berjalan yang lengkap dengan pendingin udara itu melaju menembus malam membawaku bersama dengan 40an orang keluarga besarku menuju Jawa Timur. Malam itu, udara dalam kotak itu sedikit menyiksaku, mengganggu kantukku, memaksaku untuk tak terpejam karena hawa dingin yang cukup menusuk.. Ada rasa bosan, karena kagembiraan dan keceriaan membeku, bersama lelapnya orang-orang di dalam kotak besar itu. Untunglah akhirnya aku bisa menghibur diri dengan bernyanyi lirih, ditemani beberapa makanan ringan setengah berat di tanganku yang sedikit demi sedikit mulai berkurang karena masuk ke mulutku (biasa, ngemil hehe…) Lama kelamaan asyik juga menikmati suasana malam dalam perjalanan, melihat beberapa bintang di langit, sinar lampu dan pepohonan yang menjulang tanpa teman. Setelah lewat malam, dengan menyisakan satu macam kue, lelap ku pun berujung di dunia lain setelah ku masukkan kue tersebut di tas kecil yang ku bawa (hoammm…. ^_^)
Menjelang pagi, suasana sedikit berbeda, mulai terasa adanya kehidupan di kotak besar itu, celetuk beberapa orang mulai menghangatkan suasana yang berjam-jam sebelumnya sempat membuatku bosan dalam kebekuan malam.. kotak besar pun berhenti di depan masjid Agung yang berukuran medium karena tak terlalu besar menurutku (rasanya agak janggal jika disebiut masjid Agung, tapi tak apalah, toh tak penting aku memikirkan itu…). Beramai-ramai kami keluar dari kotak menuju tempat untuk mengambil air di masjid itu, tak ku lewatkan kesempatan untuk sepanjang jalan menebarkan pandangan ke segala penjuru menikmati suasana yang masih terasa asing bagiku.. Shalat berjamaah pun terasa semarak katika rombongan kami datang berbondong-bondong memenuhi deret demi deret shaf yang sebelumya lengang. Pagi itu memang terasa indah, ada kebersamaan dan canda yang kami habiskan hingga mentari tak lagi malu menampakkan diri.. hmm, pastinya ada juga adegan-adegan yang sengaja aku curi melalui kamera yang pagi itu selalu ku genggam, (hehe…). Tapi, pose yang menjadi top pagi itu tetap hanya satu yaitu ketika ibuku berpose bersama kakak perempuannya di depan rumah seseorang yang tak dikenal dengan memegangi bunga-bunga yang bermekaran, mirip benget gaya anak-anak TK yang bermain di taman bunga (tapi hasilnya memang ajaib banget, gambar yang unik dan langka..). Perjalanan pun berlanjut hingga bus besar yang membawa kami itu berhenti di dalam sebuag gang (saat itu bus besar berwarna merah itu cukup menarik perhatian banyak orang karena keberadaannya yang tak lazim..). kami pun kembali berjalan berbondong-bondong dengan membawa barang bawaan masing-masing mirip banget dengan orang yang mau mengungsi.. Sesampainya di rumah yang kami tuju, bahkan sebelum disambut pun bebarapa dari kami langsung memasuki rumah, duduk-duduk bahkan ada yang langsung antre mandi. Setiap orang beraktivitas sesuai dengankebutuhannya sendiri-sendiri hingga acara keluarga pun dimulai. Tak seperti biasanya, acara keluarga kali ini terasa lebih cair karena sudah banyak hal yang mencairkan kami di kotak besar yang membawa kami semalaman, hingga acara yang biasanya fresmi pun menjadi acara yang lebih bersahabat bagi setiap kalangan tak memandangapakan anak-anak, remaja, orang tua maupun tetua. Semua berbaur menjadi satu dalam pembahasan tiap point penting dalam trah keluarga besar ini. Semakin hangat terasa ketika pose-pose kami tertangkap jepretan kamera yang mewarnai suasana. Memang, tak seperti pembahasan biasanya, karena tujuan besar kali ini adalah untuk mewariskan nilai nilai kekeluargaan pada generasi yang muda, maka usulan-usulan dari ‘yang muda’ banyak yang tertampung. Menjadi kian ramai, karena keberadaan keluarga nantinya akan di kelola juga pada situs jejaring facebook dalam sebuah group sebagai solusi bagi keluarga yang selama ini tinggal jauh misal: mengikuti suami di luar Jawa, menuntut ilmu atau pun bekerja di luar negeri (usulan yang baik menurutku, karena tak lagi membatasi pertemuan langsung, namun dimana pun berada..online terus deh, buat menjaga silaturrahim,hehe…). Acara tersebut ditutup dengan makan besar denga menu yang tak kalah enak dengan saat sarapan pagi, mak nyuss banget.. ^_^. Setelah perut terisi, perjalanan pulang pun menunggu kami dengan didahului shalat yang kami qashar (dalam hal ini adikku yang paling kecil seneng banget, karena dia gak perlu shalat 2 kali, haha…), namun, gara-gara adik-adikku cukup usil mengutak atik tas kacilku, mengkibatkan hal yang tak mengenakkan terjadi yaitu seperangkat barang berhargaku tertinggal (kaca mata, charger, alat tulis dan barang -barang kecil lainnya). Uuh, keki juga jadinya ketika perjalanan berlanjut dan ketika hampir sampai rumah baru kuketahui barang-barang itu tak lagi ada. Ujung perjalanan yang sangat mengasyikkan, penuh dengan canda yang nyanyian anak kacil bersahutan berubah hambar jadinya.. Namun, tak pantas juga menyalahkan anak kecil, yah.. sepotong perjalanan yang indah pasti semakin berkesan dengan adanya kerikil tajam yang dapat mengganggu perjalanan, begitu bukan??
Hari-hari selanjutnya aku menjadi punya pengalaman baru karena ketika aku berkendara motor dengan kecepatan tinggi, yaitu mau tak mau harus ikut mendengarkan komando adikku yang memboncengku, haha.. meskipun berkendara sendiri juga sebenarnya sanggup adikku saja yang kuatiran… (asal tidak pada malam hari dengan tanpa kaca mata, bisa-bisa tak sampai sampai saking hati-hatinya,hehe…). Pesan moral: jagalah mata, karena mata adalah jendela dunia… ^_^

06 October 2009

My Travel


Part 2 Lebaran Story)
Lebaran hari ke-2. Pagi di Wonosobo memang mengesankan, dinginnya, brrrr.. meskipun begitu, perjuangan harus tetap di pertahankan terutama untuk shalat subuh dan mandi pagi dengan diiringi gemeretak suara gigi yang saling beradu karena kedinginan. Pada pagi itu ada kabar kurang mengenakkan terutama bagi Om ku karena salah satu pabrik milik perusahaan yang dikelolanya terbakar sehingga harus cepat kembali ke tempat urbannya. Untungnya acara kami masih bisa terkendali, meski ada sesuatu yang kurang disana. Siang harinya, aku kembali ke Magelang, ke ‘my sweet home’ yang sesweet pemiliknya ini, hehe.. Lagi-lagi di Magelang ada kabar kurang enak, dirumahku tuh, airnya tiba-tiba mati, padahal cucian udah menumpuk segunung (tergantung gunung yang mana dulu sih..), mana mesin cuci juga jadi rewel gara-gara ga’ ada air, huh.. Untung akhirnya keadaan tersebut tak berlangsung lama dan kami pun dapat melanjutkan perjalanan untuk bersilaturrahim ke tetangga baik dekat maupun yang lumayan jauh. Seneng sih, bisa jalan-jalan bareng keluarga, cuci mata, dimaafin, dapet pahala lagi (semoga), hehe.. meskipun begitu, bagiku seringkali ada siksaan tersendiri ketika bersilaturrahim di banyak tempat sekaligus, dapat ditebak bahwa siksaan yang tak sengaja ku rasa yaitu pada waktu diminta sang empunya rumah yang kami kunjungi untuk makan dan meminum minuman yang telah dibuatkannya, pastinya mau ga mau harus aku makan dan minum yang itu membuatku seperti ratu (karena diperlakukan dengan baik, maklumlah tamu itu kan ratu/raja), tapi lebih pantas disebut ratu yang digelonggong kali yaa.. (soalnya makan & munumnya terus-terusan dari rumah ke rumah, saat itu aku sempat membayangkan betapa nelangsanya menjadi sapi yang digelonggong, hiks… ). Tapi aku salut banget pada warga di daerahku yang bener-bener menghormati banget para tamunya, asal bukan pada tamu yang tak diundang (bisa gawat nanti..). Malam harinya usai shalat Isya’ gantian rumahku yang dibanjiri para tamu, kebanyakan para pemuda-pemudi gitu, seneng rasanya banyak orang yang datang ke rumah, cuma kadang kaget juga ketika kami sekeluarga dalam keadaan yang ‘kurang siap’ baik fisik maupun mental (karena cukup membuat kami kacau dalam ‘berdinas’ hehe..).
Hari ke-3 lebaran. Hampir semua anggota keluargaku pagi itu kesulitan membuka mata karena kegiatan hari-hari sebelumnya yang cukup menguras tenaga, terutama untuk dua bocah SD yang tak lain adalah adikku sendiri, sehingga untuk membangunkannya butuh ‘keahlian khusus’ yang bisa membuat mereka berdua bangun tanpa perasaan yang kacau namun kocak (maksudnya??). Sungguh pagi yang sangat sibuk bagi kami mengingat pagi itu banyak hal yang harus kami selesaikan untuk dapat berangkat pagi ke Klaten untuk melaksanakan hajat akbar tahunan yaitu pertemuan trah keluarga dari pihak ayahku yang berasal dari Boyolali itu. Pada tahun sebelumnya, kami sekeluarga pasti menyempatkan diri untuk ke kota asal ayahku, namun setelah nenek kami meninggal, budaya ke tempat bersejarah itu seringkali kami jadwalkan di selain hari libur lebaran. Perjalanan pagi itu cukup lancar karena kami mendahului ‘jam macet’, meskipun untuk berangkat pagi kami harus merelakan camilan yang telah kami siapkan tertinggal (jadilah saat itu aku menjadi sangat pendiam tanpa camilan, meskipun jika ada camilan boleh jadi aku jadi lebih diam karena sibuk makan..^_^). Sesampainya di sana, kami disambut hangat oleh keluarga ‘sangat besar’ kami, maklum jumlah keluarga trah kami lebih dari 200 orang, terbayang kan gimana hebohnya... (cerita tambahan: lebaran 2 tahun lalu perkumpulan trah diadakan di rumahku, kala itu kami sampai harus menyewa tenda, meja kursi, catering, dll yang membuat para tetanggaku (yang jauh dari rumah) bertanya-tanya, bahkan banyak yang mengira ada acara walimahan di rumahku dengan aku sebagai tersangka utamanya (aku sendiri cuma bisa tersenyum agak manyun -tapi ga’ keliatan- jika ada yang menanyakannya padaku ^_^ konyol gitu..). Intinya seru banget punya keluarga yang sangat besar yang masih bisa saling bertemu (meskipun tidak mutlak harus berangkat dan bisa bertemu). Oh ya, jika di keluarga besar ibuku aku banyak teman seangkatan, berbeda halnya dengan pada keluarga besar ayahku, sebagian besar sepupuku telah berkeluarga sehingga aku menjadi bagian dari kaum minoritas dan rasanya agak aneh juga jika aku terlalu dekat dengan mereka mengingat mereka telah memiliki suami/istri bahkan anak (maklum kebanyakan dari mereka menikah muda baik setelah lulus kuliah, maupun saat masih kuliah, -masih menjadi tanda tanya apakah aku akan mengikuti jejak mereka atau tidak, ada yang tau??-). Tentunya banyak hal yang aku dapat dari pertemuan itu, baik ilmu maupun jaringan juga pengalaman karena kepengurusan keluarga yang solid dan terorganisir dengan baik. Siang harinya, perjalanan pun berlanjut di kediaman tanteku di Solo. Di sana, kami disambut suasana yang lebih lapang (karena ga banyak orang), hmm bau bayi juga terasa dengan keberadaan adek sepupuku yang baru berumur 5 bulan. Bisa ditebak bahwa aku takkan melewatkan saat-saat bisa bermain bersama si dedek. Ternyata adik-adikku yang 3 orang itu juga tak mau kalah, terutama yang cowok sendiri. Soalnya dia di sana punya teman cowok, ga kayak dirumah yang semuanya cewek.. Tapi, untuk masalah bermain bayi tentu aku menjadi yang terdepan diantara mereka. Kurang lebih 3 jam aku lewati untuk bermain dan menggendong si dedek kecil sampai-sampai poros tanganku serasa bergeser beberapa derajat (saking lamanya menggendong pakai tangan, tanganku sempat menjadi aneh ketika digerakkan.. bukan bergerak ke depan belakang tapi agak melenceng miring gitu…) yang aneh lagi, biasanya si dedek ga mau diajak orang lain selain kedua orang tuanya dan nenek-kakeknya, eh saat dia bersamaku malah sempat beberapa kali ga’ mau diajakin ma ortunya (nah lo,, bingung kan? Aku juga bingung.. padahal aku tetap mandi pake air biasa lho ga’ pake lem sedikitpun..). Sorenya, kami berkutat dengan berbagai makanan yang menggoyang lidah, termasuk yang membuat alergiku ikut serta meramaikan sore itu, hingga malam mengantarkan kami ke pulau kapuk dan membawa kami ke negeri seberang (Jawa Timur) untuk menunaikan hajat akbar ke-2 yaitu perkumpulan trah dari keluarga besar Ibuku di Tulung Agung yang tentunya lebih seru..

bersambung di Part 3
(don't miss it yaph ^_^)

01 October 2009

LEBARAN STORY



PART 1....

___sebenarnya aku bukanlah orang biasa mempublikasikan pengalaman dan kegiatanku, tapi entah mengapa lebaran kali ini terasa begitu berwarna bagiku, semua rasa tercampur menjadi satu bak rujak yang segar dan berasa nano-nano gitu deh... meskipun lebaran tahun-tahun lalu sebenarnya gak kalah seru, tapi.. udah basi kali yaaa... penasaran kan?? Simak terus yaaa..ok.. ^_^____
Entah apa yang teman-teman rasakan , namun bagiku Ramadhan kali ini terasa sangat cepat berlalu, ada rasa sesal ketika aku meninggalkan Ramadhan, boleh jadi karena memang rutinitasku yang lebih banyak berkutat pada hal-hal duniawi dan baru ‘terjaga’ setelah rutinitas itu mulai surut pada beberapa hari di akhir Ramadhan. Perbedaan yang paling mencolok antara Ramadhan kali ini dengan yang sebelumya yaitu pada Ramadhan ini aku mulai bisa mengendarai sepeda motorku dan mulai mengkhiri statusku dari “parasit” yang kemana-mana cuma bisa nebeng menjadi “parasut” yang lebih berguna (bisa dipake terjun payung, mukena, baju, de el el). Meskipun masih belajar, tapi kata teman-temanku aku cukup nekat, eh ternyata seru juga ya bisa mengendarai sepeda motor.. jadi bisa belajar kebut-kebutan (nyaingin ayahku pada jaman dulu kali yaaa..) hmm, cuma jangan pernah tanyakan, jika aku berkendara di malam hari, aku akan sangat sopan berjalan hingga jika dilombakan dengan siput, mungakin malah siputnya kali ya yang menang, hihi...
Langsung aja deh ke cerita tentang lebaran.. Lebaran tahun ini ku awali di Kota Wonosobo, Kota kelahiran ibuku. Pada hari H, shalat Ied ku laksanakan di alun-alun Kota Wonosobo yang saat itu keadaan tempatnya masih dingin-dingin empuk, berselimut awan tipis, berhiaskan pohon-pohon di sekeliling, terwarnai oleh balon-balon yang dijual pedagang di beberapa sudutnya dan tentunya dimeriahkan oleh takbir yang diikuti oleh semarak tangis bayi yang ditinggalkan ibu-ibunya shalat (seru boo..) pastinya meninggalkan bekas yang dalam di hati ini. Acara selanjutnya yaitu sungkeman (bukan yang kayak di adat pernikahan jawa itu lho..) intinya, kita saling meminta dan memberi maaf pada nenek, om, tante, sepupu, dan kerabat lain, pastinya dengan dibumbui rasa haru dan lega di hati, ada senangnya juga sih terutama ketika mendapat salam tempel, hehe.. Setelah itu kami sarapan yang ke-2, perlu ku beri tahukan pada teman-teman bahwa kami selalu tak bisa menolak ketika diminta untuk makan bahkan sarapan berkali-kali. Karena rasa masakan nenekku yang tak terkalahkan. Mulai dari opor ayam yang membuat lidah bergoyang, rendang yang empuk dan ‘hot’, srundeng yang manis dan gurihnya pas banget, sup yang membuat air liur mengalir ketika melihat, juga opor kepala kambing+cabai hijau yang rasanya dasyat banget dan udah jarang ditemui ini menjadi menu primadona keluarga besarku tentunya semuanya dipadu dengan sambal dan ketupat khas lebaran (lezatnyaa.. bikin pengen lagi, dan lagi..)
Meskipun berada di tempat keluarga besarku aku tetap ber’dinas’lho, itu lho pake seragam kebesaran yaitu celemek kadang bantu2 masak, bikin minum, yang paling nyenengin kalo dapet tugas jadi baby sitter, senengnya... (asal ga’ diompolin atau di e’ein aja sih..) yang pasti lebaran ini aku akhirnya bisa mencapai salah satu tujuanku: menaklukkan para baby, yes..!! Perjalanan pun berlanjut ke rumah asli nenekku (masih di wonosobo) untuk ziyarah ke makam keluarga besar yang telah tiada, jadi ngerasa gimana gitu.. (umurku di dunia masih berapa lama lagi yaa... whaa, harus siapin bekal banyak nih!!! Ya Allah ampuni hamba...). Jeleknya, habis ziyarah aku langsung beli rujak yang dijual di ujung gang jalan mau ke makam (emang dari awal berangkat sebenernya udah ngebet pengen beli, hehe ^_^) dan untungnya adek-adek sepupuku mau nemenin beli, lumayan.. sore harinya, aku dan adek-adek sepupuku mein ke rumah kakak sepupuku, critanya sih sambil nunggu para ibu-ibu dan bapak-bapak kami musyawarah keluarga di rumah nenek. Tau gak, disana suasananya mistis banget, hawanya agak gimana gitu terus saat kita asyik cerita, tiba-tiba bel berbunyi sendiri tanpa ada yang mencet, dan kita langsung teriak kenceng2 gitu tanpa nunggu komando (maklum saat itu semuanya cewek, tapi emang serem sih..) itu berlangsung dua kali. Waktu magrib tiba.. eeh, lampu kamar mandi dan dapur mati, hiii tambah sereem..!!. untunglah setelah itu kami diboyong ke tempat lain, tapi ditengah jalan ternyata kita berkunjung ke satu keluarga lagi,, disana aku merasa takjub, bukan apa-apa sih cuma salah satu hobbiku tiba-tiba muncul disana yaitu ‘melihat langit’,, Subhanallah, langit pada saat itu indaaaaah banget, kayaknya baru pertama kalinya aku melihat langit malam seindah itu. Sampai-sampai, jika kepala ini menengadah ke atas tuh ya, serasa diluar angkasa gitu, bintang-bintang padat tumpah ruah di segala penjuru langit (wow..!!), tapi sayangnya berselang 15 menit ketika aku melihat langit lagi yang ada malah ganti awan mendung (heran, kok bisa ya berganti secepat itu???). Hmm, perjalanan pun dilanjutkan ke tempat bermalam kami yang sweet banget, tau kenapa? Karena semua keluarga berkumpul menjadi satu dan entah ke mana pun memandang akan terlihat berjajar anak-anak seperti pindang dijemur, bedanya sih cuma baunya aja yang gak amis, hehe.. Akhirnya malam itu, ku akhiri seharian yang melelahkan dengan cukup tragis, tanpa mimpi dan dengan berjuta tendangan dari adikku yang kebetuan tidur di sebelahku (ah, lebay…).
**********Sampai ketemu di PART 2**********