12 September 2012

Aku ingin seperti dia, ternyata..

Selama ini pasti kita sering medengar perkataan seperti ini: “waah, kayaknya seneng yaa kalo cantik seperti mbak H, bayak orang yang suka sama dia.. bla..bla..” atau “duuh enak benar ya menjadi si A, yang kaya, semua fasilitas ada, ingin apapun tinggal bilang, lalu semuanya akan tersedia dengan mudah..” (hello, emang sulapan? Tinggal ayun tongkat, tiba2 semua sudah di depan mata, sulapan kagak seperti itu juga kalee..)

Seringkali kita terlalu mengeluhkan apa yang terjadi dalam diri, hanya kita sendiri yang mendapatkan ujian berat, seakan-akan orang lain tidak pernah mengalami hal yang berat dalam hidupnya, padahal kenyataannya ujian orang lain mungkin lebih berat dibandingkan dengan kita. dan kita hanya melihat 'enak'nya. (so, untuk apa menjadi orang lain). Alloh berfirman:

“Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah (2) : 155-157)

Jadi, tidak perlulah kita merasa iri ketika melihat orang lain lebih ‘enak’, karena mungkin hal itulah yang menjadi ujian hidupnya, dan belum pasti kita mampu lulus sepertihalnya orang lain. Berapa banyak orang kaya yang tidak bahagia karena kuatir dengan kekayaannya, atau karena kekayaannya membuatnya sulit bertemu dengan keluarganya. Berapa banyak wanita cantik yang justru membuat lelaki nakal merenggutl kehormatannya. Jabatan tinggi yang rawan dengan uang ‘panas’, hingga kehilangan orang yang selama ini menjadi sumber kebahagiaan, sungguh setiap orang pasti memiliki ujiannya masing-masing. (jadi ga usah ngiri lagi yaa..)

Nah, ketika kita sedang dilanda musibah, alangkah lebih baik memelihara fikiran yang positif karena ujian yang datang pada diri kita sudah disesuaikan dengan kemampuan kita, jadikanlah kesabaran sebagai obat yang mulia, sesuai janjiNya:

“Alloh tidak membebani seseorang melaikan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah (2): 286).

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan ganjaran/pahala mereka tanpa batas.” (QS.Az Zumar:10)

Mari kita belajar bersama bersabar dalam menghadapi musibah, mesyukuri apa yang kita miliki dengan memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk menjadi lebih baik adalah utama, daripada sekedar ber alay-alay membandingkan ke’enak’an dengan orang lain, ups.. (khususnya buat yang nulis nih, yang masih suka bermalas-malasan, doakan yaa, semoga hari esok selalu lebih baik.. aamiin)

Kau tidak bisa memimpikan dirimu menjadi seseorang, kau harus menempa serta membentuk dirimu seperti apa yang kau idamkan.
James A. Froude

ketika kita bersaudara


Ramadhan yang telah berlalu menyisakan banyak kisah yang tak tergantikan. Saat masjid-masjid dipenuhi aktivitas ibadah mulai dari tilawah, tadarus, shalat, i’tikaf dan lainnya. Di masjid pula berbondong-bondong muslim dari berbagai penjuru disatukan dalam shaf-shaf yang rapi saat shalat tanpa memandang jabatan, umur, ataupun kekayaan. Saat satu sama lain saling berbagi tempat, berbagi makanan untuk berbuka, mungkin juga sajadah, atau pun yang lainnya (hmm, tiba2 teringat salah satu iklan beberapa tahun lalu, hehe..) indahyaaa..

Pada suatu hari yang indah di bulan Ramadhan, kisah persaudaraan dalam cerita ini berawal.  Hari itu, aku dipertemukan oleh Alloh dengan saudara-saudara baru dari berbagai penjuru, dari berbagai kalangan. Ada dua orang wanita yang baru beberapa jam saja bertemu lantas mau mengikutiku sejenak mampir ke rumah kontrakan untuk berbuka bersama, wow kan. Perjalanan dari tempat kami bertemu hingga kontrakan cukup membuat waktu makan kami semakin mendekati waktu shalat Isya’ (harap maklum aq tu kan lelet kalo makan, hehe) , akhirnya kami pun memutuskan untuk shalat berjamaah di rumah dan melanjutkan shalat tarawih di masjid kampus.

Dalam pikiran kami, sudah diperhitungkan tidak akan terlambat mengikuti shalat tarawih malam itu, karena biasanya setelah shalat Isya kan ada ceramah, sebelum kemudian diakhiri shalat tarawih berjamaah (dalam hati sudah optimis nih, yes, perhitungan sudah akurat..). Tahukah kawan apa yang terjadi sesampainya di sana? Taraa..  kenyataan tidak seperti apa yang kami bayangkan, sesampainya di sana shalat tarawih telah dimulai segera setelah shalat Isya’, baru kemudian diakhiri dengan ceramah, jamaahnya pun meluap hingga melebihi separuh halaman depan masjid. Ow,ow,,ternyata malam itu yang menjadi imam sekaligus penceramah adalah ust. Yusuf Mansur, hmm, pantas saja masjid menjadi sangat ramai dan kami pun kesulitan mencari shaf yang kosong. Setelah kami mengintari sebagian halaman (kayaknya sih ga bener2 mengintari,hehe.. Soalnya sibuk bingung sendiri :D) baru kemudian kami dapatkan shaf yang tengahnya kosong dan sangat pas untuk ditempati kami bertiga seakan-akan shaf itu memang telah disediakan bagi kami, Subhanallah yaa.. Sesaat, kami pun larut dalam kekhusyukan beberapa rakaat shalat yang akhir.

Seusai shalat, baru kami ketahui bahwa salah satu ibu di samping kami pun juga terlambat (horee, ada temen senasib :D). Entah mengapa, kami merasa dekat dengan ibu tersebut meski belum saling mengenal sehingga tak terasa kami telah terbawa dalam perbincangan yang seru. Beliau memberi kami beberapa pesan tetang Islam, mengajak kami berkenalan, menceritakan sedikit tentang keluarganya bahkan berulangkali mendoakan kami. Salah satau pesannya adalah jangan takut berpetualang, mengelilingi tempat yang belum pernah di kunjungi karena kita tidak akan pernah sendiri, karena di manapun tanah yang kita pijak adalah milik Alloh, dan Alloh akan mempertemukan kita dengan saudara kita yg baru (hmm, dalam banget kan). Bahagia sekali bisa dipertemukan dengan beliau yang sangat care, yang bahkan sebelum kami berpisah, beliau meminta nomor hp kami satu-persatu sehingga kami pun saling bertukar nomor hp. Pokoknya malam itu sangat lengkap rasanya, dipertemukan dengan saudara baru juga seorang ibu sebagai ‘orang tua’ kami (di Jogja). Alhamdulillah..

Semoga Alloh memberi keberkahan atas pertemuan terutama dengan saudara-saudara seiman, meskipun dengan berbagai perbedaan. Bukankah perbedaan itu indah, karena pilihan yang berbeda itu membuat jalan hidup ini lebih mudah dilalui, karena perbedaan itu membuat kita saling melengkapi J