Akhirnya bisa juga nulis tentang tema ini.. jujur aku sebel banget sama perayaan kelulusan yang berlebihan dan cenderung kebablasan. Meski sudah banyak yang merayakan kelulusan sekolah dengan cara yang baik misal donor darah, berkunjung ke panti asuhan, bakti sosial, dan kegiatan lainnya.
Risih rasanya melihat convoi dan corat-coret dengan tujuan yang tidak jelas. Seakan-akan mengaburkan tujuan pendidikan di sekolah itu sendiri yang pada dasarnya untuk mencerdaskan anak bangsa tapi outputnya malah tidak cerdas dengan euforia yang berlebihan (seperti mereka tidak pernah mengenyam pendidikan). Atau memang saat ini pendidikan moral sudah jauh ditinggalkan hanya demi selembar ijazah kelulusan? Sehingga rasa tepa selira (tenggang rasa) dengan teman yang tidak lulus menjadi hilang.
Jika kita meninjau lagi esensi ujian (ujian papun itu termasuk ujian kehidupan) adalah untuk menguji seberapa mampukah kita dan apakah sudah saatnya kita naik ke tingkat ke jenjang yang lebih tinggi atau harus mengulang tingkat ini lagi? Bagi yang telah lulus (bisa lanjut ke jenjang selanjutnya) seharusnya bersyukur namun tidak terlena dengan euforia karena perjalanan masih jauh. Sedangkan yang masih mengulang hendaknya bersabar dengan berusaha lebih baik.
Namun esesnsi itu sering menjadi kabur, bahkan konvoi dan corat coret seragam tidak lagi dilakukan oleh siswa yang lulus, namun juga yang tidak lulus sebagai ajang ugal-ugalan, pamer kekuatan yang tak jarang berakhir tawuran seperti yang terjadi di Mojokerto, sedangkan di tempat lain hingga menjarah dagangan para PKL (cerdaskah itu namanya?). Bahkan di Madura konvoi juga diwarnai dengan aksi lepas jilbab dan menggunting rok serta kencan dengan ‘kekasihnya’ (Astaghfirullah.. budaya yang tak layak untuk dilanjutkan..).
Jika yang terjadi seperti ini, l antas apa sebenarnya tujuan euforia kelulusan itu?
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran, bagi seluruh pemerhati pendidikan, untuk dapat terus mengurangi bahkan mengikis habis budaya yang cenderung ke arah maksiat ini dan menggantinya dengan budaya yang lebih baik.
Aku bersyukur, saat SMA tidak ada budaya seperti ini, kelulusan di laksanakandengan acara bakti sosial an menyumbang seragam dan kegiatan pelepasan dengan mengenakan baju hitam putih, dilaksanakan penuh khidmat, syukur kebersamaan antar teman, orang tua dan guru, sungguh tenang, bahagia.
sumber gambar: www.ale-ale.com
benul bu...
ReplyDeletebukankah seharusnya dengan gelar 'graduate' itu selayaknya bersyukur. konvoi2 yang terkesan 'lebay' itu tidak menunjukkan kesyukuran sama sekali.
justru setelah mereka lulus sekolah perjuangan baru akan dimulai, setelah lulus harus tes kuliah, menjalani segudang aktivitas kuliah, mencari kerja, dll. tak guna mengumbar 'kegilaan' seperti itu.
jika ada yang bilang bahwa 'mereka konvoi itu berarti menunjukkan bahwa mereka sudah bebas dari momok yang namanya UN'. berlatih hidup. bukan begitukah seharusnya? ujian seperti itu hanya contoh kecil dari berbagai ujian yang akan dihadapi dalam hidup. dan setelah ujian terlampaui haruskah menjadi 'gila' seperti itu?
TIDAK.
dulu aku waktu lulus SMP juga pernah coret2... tapi ga' konvoi pake motor soalnya mengganggu...
ReplyDeleteyg ada juga konvoi jln kaki bareng ke rumah temen buat makan2..., cz pas smp dulu blum ad siswa g bawa motor...
@ferian: thanks commentnya.. beberapa hari lalu di jalan mejuju kampus q ketemu ma siswa yg lg konvoi, cuma sedikit sih.. tapi, benar2 sikapnya ga etis, bayangkan bajuseragam atasnya dilepas lalu disodor2kan ke pengguna jalan lainnya..
ReplyDeletesemoga moral pelajar Indonesia di masa yang akan datang bisa menjadi lebih baik..
@ imam: haha.. terpaksa apa ga tuh mam.. tapi yg penting sekarang kita sadar n semoga saat kita menjadi orang rtua nanti bisa mendidik anak dengan sebaiknya terutama moralnya.. amin..