11 October 2009

Sepenggal Cerita dalam Mencinta



Hari itu, saat rinduku kian membuncah untuk bertemu, menatap, mencium dan bermain bersama mereka. Ya, bersama mereka, anak-anak yang mungkin kurang beruntung dari pada keadaan kita yang masih memiliki orang tua dan keluarga utuh yang selalu menyayangi dan mencintai kita. Di sana, di tempat itu aku belajar banyak hal, terutama untuk dapat mencintai tanpa pamrih. Saat itu memang terasa berbeda, suara ramai para bayi dan batita tak senyaring biasanya. Ada yang janggal batinku, lalu kuhampiri mereka satu-persatu, dan kejanggalan itu pun terjawab. Sahabat, ternyata sebagian dari mereka sedang mengalami sakit karena cuaca beberapa hari itu memang kurang bersahabat. Aku pun merasa iba pada mereka, lantas ku gendong salah seorang dari mereka yang saat itu sedang sendirian, seorang bayi yang sudah cukup ku kenal itu terlihat sangat pendiam. Tak seperti biasanya yang memang dikenal sebagai bayi yang sehat dan aktif. Tatap mata yang biasanya berbinar saat itu berubah nanar. Bibir mungil yang biasanya penuh senyum pun mengatup, menahan kelu dan mungkin rasa mual. Badan kecil itu pun terasa hangat, melemah pasrah dalam pelukan. Sahabat, apa yang kalian rasakan jika kalian menjadi diriku?? Aku sendiri merasa memiliki naluri untuk benar-benar mencintai bayi tersebut, meskipun aku bukan siapa-siapanya. Aku serasa memiliki anak yang saat itu hanya bisa ku timang dan ku tatap hingga terlelap dalam timangan. Pedih, ketika melihatnya terlelap damai dengan tangan yang memegang erat bahuku, seakan ingin berkata bahwa dia ingin terus dipeluk dan ditimang. Entah mengapa pikiranku tiba-tiba melayang, membumbung pada sesosok wanita hebat yaitu ibuku. Aku menjadi sedikit mengerti betapa orang tua akan merasa nelangsa ketika melihat anaknya sakit. Aku malu pada Allah, Tuhanku yang telah mengaruniakan padaku orang tua yang sangat baik, sayang dan mencintaiku dengan tulus. Aku juga malu karena selama ini kurang bisa memuliakan orang tuaku. Aku sadar, cinta tulus mereka takkan tergantikan oleh apapun yang dapat aku berikan pada mereka. Maka, saat itu pula hatiku sempat berbisik, semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa orang tuaku, memudahkan urusannya, memuliakan mereka dan membalas kebaikan mereka kepadaku dengan kebaikan yang lebih baik yang tiada putusnya. Sempat pula terucap di hatiku, semoga anak-anak yang saat ini masih kurang beruntung, selalu dalam lindunganNya, dimudahkan kehidupannya pada jalan kebaikan dan dilapangkan rizkinya. Dari itu pula aku pun kian mengrti bahwa cinta itu universal, dapat dirasakan semua makhluk bahkan yang tak saling mengenal sekali pun.
Malam harinya, aku merasa semakin rindu sosok ibu. ku ambil hand phone lalu ku tulis dan ku kirim beberapa baris kata ungkapan cintaku untuknya dengan iringan air mata syukur pada Yang Kuasa..
Terakhir, aku akan terus belajar mencintai, hanya karena-Mu wahai Illahi Rabbi…
Karena mencintai pastilah memberi, memberi itu lebih baik dari sekedar menerima,
dan jika hanya untuk memberi tidaklah pasti harus mencintai..
Karena cinta tulus takkan lekang dan terhapus…. ^_^

0 komentar:

Post a Comment

silakan memberi komentar: