09 October 2013

Langkah Berat Mbok Jamu Menjemput Rizki

Pagi ini aku menyapu halaman depan agak siangan. Entah mengapa masih ingin bermalas-malasan, mengulur waktu dengan mengobrol sambil ngemil beberapa jumput makanan. Setelah itu barulah aku berjalan menuju halaman sekitar jam delapan. Menyiram bunga, dilanjutkan menyapu. Saat asyik menyapu, sayup-sayup terdengar suara mbok jamu memecah sunyi.

“Mbak.. Jamu mbak.. ” Simbok jamu menawarkan jamu yang digendongnya.

“Mboten bu..” Aku menolaknya sambil tersenyum. Sejujurnya aku memang tidak terlalu suka minum jamu yang dijajakan keliling. Bukan karena rasanya yang tidak enak namun kurang sreg ketika melihat botol yang digunakan sebagai wadah jamu adalah botol bekas air minum mineral. Jamu dibuat melalui proses perebusan bukan? Nah, ketika jamu yang panas tersebut masuk ke botol bekas air mineral sekali pakai, reaksi apa yang terjadi dengan air jamu? Teman-teman pasti mengerti maksudku mengapa aku memilih untuk tidak membeli jamu.

Anehnya, ibu penjual jamu yang kutolak dengan halus itu tidak lantas pergi justru semakin mendekat.

“Mbak, saya itu dari Gunung Kidul naik bis, jauh-jauh ke sini buat jualan. Saya habis jatuh mbak, ini tangan saya masih digip”. Tanpa kuminta ibu tersebut memberi penjelasan padaku yang hanya bisa mematung.

“Tujuh bulan saya tidak bekerja, cuma dikasih-kasih tetangga. Saya sampe nangis-nangis mbak dikasih terus sama tetangga.  Makanya sekarang jualan lagi. Beli ya mbak yaa..”. Lanjut ibu itu dengan sedikit mengiba. Aku melirik ke botol-botol jamu yang digendongnya, belum banyak berkurang. Aku pun kembali tersenyum.

“Iya bu, kunyit asem saja ya.. ” Aku berubah pikiran untuk membeli jamu.

“Di gelas atau plastik mbak? Plastik saja? ” Tanyanya. Kubalas dengan anggukan. Tanpa kata, aku berlari kecil masuk ke dalam rumah. Mbok jamu tersebut sepertinya mencari sambil memanggil-manggil. Mungkin dipikirnya aku ngabur kali yaa, hihi.. Padahal aku sedang mengambil uang sekaligus menawari temanku barangkali ada yang mau beli juga. Sayang hasilnya nihil, temanku tidak ada yang mau beli. Sekejap, kembali kutemui lagi mbok jamu di depan rumah. Terlihat sebungkus kecil jamu sudah berada di tangannya.

“Ini bu..” Kuulurkan selembar uang.

“Wah mbok yang kecil saja uangnya” Simbok jamu sedikit keberatan dan memintaku membayar dengan uang pas.

Sampun, sisane diasto mawon (sudahlah, sisanya dibawa saja)” Kataku lagi.

Mbake ajeng mbantu kula to? Matur nuwun sanget mbak.. (Mbak mau membantu saya ya? Terima kasih sekali ya mbak)” Ibu tersebut menerima uang dengan mata yang berbinar lantas menggendong kembali keranjang bambu berisi jamu ke punggungnya. Kemudian tangannya diulurkan padaku untuk berpamitan. Kusambut tangannya dengan uluran tanganku yang dengan cepat justru diciumnya dengan mulut yang terus bergerak menguntai doa. Kaget, kutarik kembali tanganku. Sesaat terdiam, hanya bisa membalas doanya dengan berdoa di dalam hati, semoga dagangan jamunya habis, mendapatkan rizki yang lebih baik dan selalu dilindungi Allah.

Ngatos-atos nggih bu.. (hati-hati ya bu..)” Akhirnya kulepas mbok jamu tersebut dengan senyuman.



NB: Sejujurnya aku terharu banget.. Simbok jamu yang bahkan tangannya masih sakit tetap bekerja menempuh jarak yang jauh untuk mencari rizki yang halal. Tidak lantas hanya meminta-minta belas kasih orang. Mungkin orang lain melihatnya biasa, tapi bagiku luar biasa, harga dirinya bahkan lebih tinggi dari orang-orang yang terlihat kaya namun mengambil harta yang bukan haknya. Semoga tiap langkah di tengah terik matahari yang memanggang, menjauhkan dari panasnya api neraka dan mendekatka ke surga, baginya dan bagi orang lain yang telah bersusah payah mencari rizki yang halal. Aamiin. 

Sabda Nabi, "Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, terkadang ia dapat atau terkadang ia ditolak". (HR. Bukhari)



6 comments:

  1. supeerr sekali pengalamnya,,sampe berkaca-kaca bacanya :'(
    lebih baik mbok-mbok jamu ini kemana2 daripada yang nipu bilang tersesat minta ongkos..semoga Allah selalu meberikan perlindungan dan rejeki buat mbok jamu itu ya :))
    salam EPICENTRUM

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin..Betul sekali.. Makasih yaa sudah mampir :)

      Delete
  2. menyentuh banget cerita nya mbaa,.

    ReplyDelete
  3. wah cerita yang membangkitkan hati nurani...jadi pengen nangis nih mba....
    salam

    ReplyDelete
  4. Terima kasih mbak khurnia, sudah menyempatkan mampir :)

    ReplyDelete

silakan memberi komentar: